Sidang Korupsi PT Timah: Saksi Ahli Dari Mantan BPKP Menyatakan Bahwa Pembongkaran/Penyetopan WP Yang Berpotensi Merugikan Keuangan

Media Okgassnews.com – Di Pangkalpinang, Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa PT Timah Tbk terkait metode cutter suction dredge (CSD) di laut Bangka serta metode washing plant (WP) di darat wilayah Tanjung Gunung, Kabupaten Bangka Tengah, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang.

Sidang ini memasuki fase krusial setelah Tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa AA menghadirkan tiga saksi ahli untuk memperkuat argumen pembelaan atas dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Rabu (23/10/24) siang.

Tiga saksi yang dihadirkan adalah Ruchiyat, mantan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jakarta; Rocky Mabrun, Dosen Hukum Universitas Pancasila; serta Erry Riyana Hardjapamekas, Mantan Wakil Ketua KPK 2003-2007.

Kehadiran mereka menjadi bagian dari strategi pembelaan terdakwa untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai aspek hukum dan keuangan yang menjadi inti dalam penetapan kerugian negara pada kasus ini. Bahwa Saksi ahli Dari Mantan BPKP Menyatakan Bahwa Pembongkaran/Penyetopan WP Yang Berpotensi Merugikan Keuangan Negara.

Pertanyaan Terhadap Kewenangan Jaksa dalam Menentukan Kerugian Negara

Joserizal, perwakilan Tim PH terdakwa, menjelaskan seusai sidang, bahwa ketiga saksi ahli tersebut dihadirkan untuk menegaskan pentingnya pemenuhan semua unsur dalam dakwaan yang diajukan oleh JPU.

Menurutnya, tidak cukup bagi JPU hanya menyatakan terdakwa bersalah, tetapi mereka juga harus membuktikan seluruh unsur yang dipersyaratkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Untuk membuktikan tindak pidana korupsi, seluruh unsur dalam dakwaan harus terpenuhi dengan jelas, baik untuk Pasal 2 maupun Pasal 3 sebagaimana yang didakwakan jaksa,” ujar Jose.

Dalam dakwaannya, JPU menuduh terdakwa telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp29,2 miliar akibat dari proyek pengadaan yang melibatkan metode CSD dan WP.

Proyek tersebut diduga memberikan keuntungan kepada beberapa perusahaan yang terkait dengan pengadaan alat berat tersebut.

Namun, Jose mempertanyakan, apakah jaksa memiliki kapasitas dan wewenang untuk menentukan jumlah kerugian negara tersebut.

Menurutnya, penetapan kerugian negara harus dilakukan oleh lembaga pengawasan keuangan, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau BPKP, bukan oleh jaksa.

“Kerugian negara harus dibuktikan dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang, seperti BPK atau BPKP.

Kami mempertanyakan, apakah jaksa memiliki kewenangan untuk menetapkan kerugian negara dalam dakwaan mereka?.

Jika kerugian tersebut belum ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, maka dakwaan tersebut menjadi kabur dan tidak berdasar,” tegas Jose.

Menurutnya, ini adalah isu yang fundamental, karena jika penetapan kerugian negara tidak dilakukan oleh lembaga yang memiliki otoritas resmi, maka dakwaan jaksa menjadi tidak sah.

Tim pembela terdakwa berargumen, bahwa tanpa adanya audit atau keputusan resmi dari lembaga keuangan negara yang berwenang, angka kerugian yang disebutkan dalam dakwaan tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum.

Pentingnya Peran Lembaga Pengawasan Keuangan dalam Menetapkan Kerugian Negara

Tim PH terdakwa juga menekankan bahwa dalam kasus tindak pidana korupsi, kerugian negara harus melalui proses audit resmi yang dilakukan oleh instansi pengawas keuangan negara, seperti BPK. BPK, sebagai lembaga yang berwenang, memiliki otoritas untuk menetapkan apakah kerugian negara benar-benar terjadi dan berapa jumlahnya.

“Ahli yang kami hadirkan hari ini menjelaskan dengan sangat jelas bahwa kerugian negara tidak bisa ditetapkan begitu saja.

Kerugian negara harus melalui proses audit dan diverifikasi oleh instansi yang berwenang, yaitu BPK.

Jika tidak ada penetapan resmi dari BPK, maka dakwaan yang diajukan jaksa tidak bisa dijadikan dasar hukum yang sah,” ungkap Jose lebih lanjut.

Menurutnya, ketidakjelasan dalam penetapan kerugian negara membuat dakwaan jaksa tidak kuat secara hukum.

Ia juga menambahkan bahwa ahli yang dihadirkan dalam persidangan hari ini memberikan penjelasan yang sangat rinci tentang mekanisme audit dan proses verifikasi yang harus ditempuh sebelum kerugian negara bisa ditetapkan dalam sebuah kasus korupsi.

Latar Belakang Kasus

Kasus yang melibatkan terdakwa ini berakar dari proyek pengadaan alat berat di PT Timah yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2017-2019.

Proyek tersebut melibatkan dua metode, yaitu cutter suction dredge (CSD) untuk pengerukan laut Sampur dan washing plant (WP) untuk pemrosesan material di darat wilayah Tanjung Gunung, Kabupaten Bangka Tengah.

Proyek ini diduga melibatkan beberapa perusahaan yang kemudian mendapatkan keuntungan dari proses pengadaan alat berat tersebut.

JPU mendakwa terdakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp29,2 miliar.

Dalam dakwaan tersebut, JPU menyebutkan bahwa terdakwa memberikan keuntungan kepada sejumlah perusahaan yang terlibat dalam proyek tersebut, yang secara tidak langsung merugikan keuangan negara.

Proses Sidang yang Berlanjut

Sidang ini akan berlanjut dengan mendengarkan keterangan lebih lanjut dari saksi-saksi yang dihadirkan oleh kedua belah pihak, baik dari JPU maupun tim pembela terdakwa.

Selain itu, pengadilan juga akan menganalisis bukti-bukti yang diajukan oleh JPU dan tim PH terdakwa.

Hasil dari sidang ini diharapkan bisa memberikan kejelasan apakah unsur-unsur yang didakwakan benar-benar terpenuhi dan apakah benar ada kerugian negara yang terjadi.

Kasus ini mendapatkan perhatian publik yang cukup besar, mengingat posisi strategis PT Timah sebagai perusahaan tambang yang penting di Indonesia.

Selain itu, dugaan kerugian negara yang cukup besar membuat kasus ini menjadi sorotan, terutama di kalangan pegiat anti-korupsi.

Pengadilan Negeri Pangkalpinang diharapkan dapat menangani kasus ini dengan transparan dan profesional agar bisa memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

(TM).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *