Haji Ramang Bersumpah di Pengadilan Tipikor, Tanah di Keranga Milik Nikolaus Naput Dibatalkan

okgassnews|Labuan Bajo —-Pada 10 Maret 2021, sidang Pengadilan Tipikor Kupang menjadi saksi atas pengakuan mengejutkan di bawah sumpah dari Haji Ramang Ishaka. Dalam persidangan yang memeriksa kasus korupsi aset Pemda Manggarai Barat saat itu, Haji Ramang dengan tegas mengakui bahwa tanah di Keranga, yang diklaim oleh Nikolaus Naput, sebenarnya sudah dibatalkan pada tahun 1998.

Pengakuan ini sudah tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan memiliki kekuatan hukum yang tetap karena sudah ada putusan yang inkrah.

Aktivis senior Labuan Bajo Surion Florianus Adu menegaskan pentingnya kesaksian ini dalam kasus sengketa tanah Keranga yang sedang dipermasalahkan antara ahli waris alm. Ibrahim Hanta dan ahli waris Niko Naput.

Menurutnya, Haji Ramang, dalam kapasitasnya sebagai Fungsionaris Adat, memberikan bukti yang menguatkan bahwa tanah tersebut bukanlah milik Niko Naput.

Florianus Adu menegaskan, bahwa merujuk kesaksian fakta persidangan lanjutan kasus sengketa tanah Keranga yang digelar di Pengadilan Negeri Labuan Bajo, Senin (24/6/2024) yang disampaikan oleh Miseltus Jemau.

Ia selaku saksi yang diajukan oleh pihak Niko Naput mempertegas kehadiran Haji Ramang dalam kapasitas sebagai Fungsionaris Adat. Dimana dirinya hadir untuk mengukur lahan yang jelas-jelas itu bukan milik Niko Naput. Sebab, kepemilikan Niko Naput juga sudah dibatalkan pada tahun 1998.

“Ini adalah sebuah pengingkaran, pertama adalah terhadap adat-istiadat. Dimana tanah tersebut merupakan tanah yang diminta oleh Gaspar Ehok untuk pembangunan sekolah perikanan.  Kedua adalah pengingkaran terhadap fakta persidangan Tipikor di Kupang yang menyatakan, bahwa Ramang dan Haji Djudje membenarkan adanya surat pembatalan tahun 1998.

Sehingga apa yang dilakukan oleh Haji Ramang dan apa yang diklaim oleh Niko Naput itu bisa gugur dengan sendirinya. Jadi tindakan Haji Ramang dalam kapasitas sebagai pribadi maupun lembaga fungsionaris adat yang dia klaim itu sebuah kejahatan sehingga berpotensi akan dipidanakan,” tegas Feri sapaan akrabnya.

Selain itu, dalam persidangan yang digelar pada Senin, (24/6/2024) Majelis Hakim meminta Badan Pertanahan Nasioanal (BPN) Kabupaten Manggarai Barat untuk membawa alas hak atau warkah asli atas tanah Niko Naput ke persidangan, yang selanjutnya akan digelar pada Senin pekan depan.

Florianus Adu yang juga merupakan salah satu anggota masyarakat ulayat Kedaluan Nggorang, Labuan Bajo, Manggarai Barat dengan tegas mengkritik perilaku beberapa fungsionaris adat Nggorang. Dimana mereka diduga terlibat dalam penggelapan atau penjualan tanah milik warga kepada investor untuk keuntungan pribadi.

Ia menuturkan, bahwa fungsionaris adat Nggorang telah melakukan pengkhianatan terhadap adat istiadat. Tentunya tindakan merubah atau menjual lahan milik warga yang diperoleh melalui tata cara adat Nggorang, seperti ritual “kapu manuk lele tuak” di hadapan fungsionaris terdahulu, hal ini adalah merupakan pelanggaran serius.

“Lahan tersebut telah ditata dan diberikan haknya oleh penata yang mendapat kuasa dari fungsionaris adat seperti Ishaka dan Haku Mustafa. Penggelapan lahan dengan cara menjualnya secara diam-diam tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat,” tutur Feri.

Dijelaskanya, bahwa Fungsionaris Adat yang terlibat dalam praktek penggelapan tanah, akan menghadapi konsekuensi hukum dan sanksi sosial dari komunitas adat.

“Tindakan ini dianggap melanggar norma adat “Puli ipo lait kole” yang berarti keputusan adat tidak boleh ditarik kembali untuk kepentingan pribadi. Keputusan yang telah diambil dalam proses adat harus dihormati dan dilindungi,” ujar Feri.

Ia mengungkapkan, bahwa ada bukti rekaman video yang menunjukkan bukti nyata dari tindakan Haji Ramang Ishaka, seorang fungsionaris adat yang terbukti menjual lahan warga di Golo Binongko secara diam-diam.

“Konflik ini mendorong petugas pertanahan untuk melakukan pengecekan di lokasi yang sudah bersertifikat hak milik (SHM) atas nama investor. Hasilnya, Haji Ramang mengakui perbuatannya dan direkomendasikan oleh petugas BPN untuk mengganti tanah milik Bapak SO, yang telah melapor ke polisi atas dugaan penggelapan tersebut,” ungkap Feri

Praktik semacam ini kata Feri, tidak hanya merusak hak-hak warga, tetapi juga merusak harkat dan martabat lembaga fungsionaris adat Nggorang.

“Fungsionaris yang seharusnya melindungi hak-hak masyarakat adat kini justru merampasnya demi keuntungan investor. Akibatnya, lembaga fungsionaris adat kehilangan kepercayaan dari masyarakat, yang dapat memicu konflik dan mengganggu stabilitas komunitas,” ujarnya

Kualifikasi Fungsionaris Adat yang Ideal Fungsionaris adat Nggorang menurut Feri, seharusnya memiliki dua kualifikasi penting yaitu:

1. Memahami tradisi, adat istiadat, dan nilai-nilai budaya yang berlaku dalam komunitas adat Nggorang, seperti bahasa adat, upacara adat, mitos, dan sejarah lokal.

2. Bertanggung jawab dalam mengadakan upacara adat, seperti pernikahan adat, dan memiliki keterampilan ritual sesuai dengan bahasa adat yang berlaku.

Sebagai salah satu warga adat Nggorang, Feri mendesak fungsionaris adat untuk tidak melakukan hal-hal yang tercela dan berkomitmen tinggi untuk melindungi eksistensi lembaga fungsionaris adat Nggorang.

“Mereka harus menolak godaan keuntungan pribadi dan tetap menjaga marwah lembaga fungsionaris adat yang telah lama dibangun dan dihormati oleh masyarakat.

Dalam menjaga nilai-nilai adat, fungsionaris adat tidak hanya melindungi hak-hak masyarakat, tetapi juga memastikan bahwa tradisi dan warisan budaya tetap hidup dan dihormati oleh generasi mendatang,” tutupnya

Sementara itu, Kuasa Hukum Ahli Waris almarhum Ibrahim Hanta, DR. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H., mengimbau Haji Ramang, agar pengakuan yang disampaikan saat Haji Ramang menjadi saksi dalam sidang Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Kupang. Terkait kasus korupsi aset tanah Pemda Manggarai Barat pada tahun 2021 lalu, jangan diubah kembali.

“Karena nama Haji Ramang selalu disebut dalam persidangan oleh tergugat dan turut tergugat, maka kami selaku pihak penggugat juga bertanya-tanya siapakah ini Haji Ramang?.

Oleh karena itu, kami mengimbau agar jika tidak ada hubungan hukum, ia tidak ikut dalam masalah ini. Sengketa ini sudah jelas, ada surat pembatalan yang diakui Haji Ramang dalam sidang Tipikor di Kupang tahun 2021, yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Jika pernyataan yang sudah ia akui berubah dan menganulir fakta-fakta persidangan, kami akan melaporkan Haji Ramang secara pidana terkait dugaan memberikan keterangan palsu,” tegas Indra.

Indra menegaskan, bahwa sangat jelas Berdasarkan pasal 242 KUHP terkait keterangan palsu dijelaskan bahwa “(1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (red/okebajo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *